transmigrasi diinisiasi Pemerintah Hindia Belanda. Namun, saat itu namanya adalah program kolonialisasi. Sebanyak 155 keluarga dari Keresidenan Kedu, Jawa Tengah, dipindahkan ke Lampung untuk perluasan daerah perkebunan yang dikelola Pemerintah Hindia Belanda di luar Jawa.
Para transmigran itu datang ke Lampung dengan naik kapal laut dari Pelabuhan Tanjung Priok dan bersandar di pelabuhan kecil di kawasan Teluk Betung, Bandar Lampung. Kini, kawasan yang dulunya pelabuhan itu berubah menjadi tempat pendaratan ikan para nelayan di Teluk Lampung serta pasar ikan.
Dari Teluk Betung, para transmigran berjalan kaki selama dua hari menuju sebuah desa yang diberi nama Bagelen. Nama itu persis seperti nama wilayah Kabupaten Purworejo (dulu disebut Bagelen), yang menjadi bagian dari Keresidenan Kedu.
Pemberian nama yang sama persis itu bukan tanpa alasan. ”Pemberian nama daerah yang persis sama dilakukan untuk mengobati rindu para transmigran dengan daerah asalnya. Alasan lainnya agar mereka merasa tetap berada di Jawa meskipun telah pindah. Dengan begitu, mereka tetap betah di Lampung,” katanya.
Semula para transmigran asal Keresidenan Kedu ini hendak dikirim ke Banyuwangi. Namun, daerah di pesisir Timur Jawa ini dianggap tidak cocok sebagai daerah tujuan karena transmigran bisa saja kembali ke daerah asalnya.